PEMERINTAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
NOMOR : 8 TAHUN 2001
TENTANG
PAJAK RESTORAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SEMARANG
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kota Semarang dapat segera mengembangkan semua potensi yang ada khususnya dari sektor pajak guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ;
b. bahwa guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tersebut maka perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran untuk disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memisahkan antara Pajak Hotel dan Pajak Restoran ;
c. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut diatas perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta ( Himpunan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 ) ;
2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427 ) ;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684 ) ;
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685 ) ;
5. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686 ) ;
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048 ) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079 ) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3691 ) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 202 ) ;
12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden ;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah ;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah ;
15. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang ;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA SEMARANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG TENTANG PAJAK RESTORAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kota Semarang ;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Semarang ;
c. Walikota adalah Walikota Semarang ;
d. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
e. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan catering ;
f. Pajak Restoran yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penjualan makanan di restoran ;
g. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu ;
h. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 ( satu ) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan Walikota ;
i. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 ( satu ) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim ;
j. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah ;
k. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya ;
l. Penyelenggara restoran adalah Perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya ;
m. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak obyek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
n. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Walikota ;
o. Surat ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak ;
p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar ;
q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan ;
r. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang ;
s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak ;
t. Surat Pemberitahuan Setoran Masa yang selanjutnya disingkat SPSM adalah surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang berisi perkiraan pajak sementara, yang wajib disetor secara harian, mingguan dan atau bulanan ;
u. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;
v. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pembayaran dan pelayanan di restoran.
Pasal 3
(1) Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran.
(2) Obyek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan atau usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
(3) Dikecualikan dari Obyek Pajak :
a. Pelayanan jasa boga / katering ;
b. Usaha sebagaimana usaha dimaksud ayat (2) yang peredarannya 1( satu ) tahun kurang atau tidak melebihi dari Rp. 10.000.000,- ( Sepuluh juta rupiah ).
Pasal 4
(1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran.
(2) Wajib Pajak adalah Pengusaha Restoran termasuk didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIP PAJAK
Pasal 5
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
Pasal 6
Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10 % ( sepuluh persen ) dari dasar pengenaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 5.
BAB IV
TATA CARA PEMUNGUTAN, WILAYAH PEMUNGUTAN
DAN PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan
Pasal 8
(1) Pajak dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan / atau SKPDKBT.
Pasal 9
Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah
Pasal 10
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 11
(1) Wajib Pajak diharuskan menggunakan Nota Penjualan sebagai bukti atas pembayaran yang dilakukan kepada Pengusaha Restoran termasuk didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain ;
(2) Nota Penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat disediakan Wajib Pajak dan / atau oleh Pemerintah Daerah dengan terlebih dahulu diporporasi dan / atau diberi tanda khusus oleh Pemerintah Daerah ;
(3) Apabila Wajib Pajak menggunakan mesin Cash Register wajib memasukkan program pengenaan pajak restoran sebesar 10% dan kepada konsumen diberikan Nota Cash Register sebagai bukti pembayarannya.
BAB V
MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 12
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 ( satu ) bulan takwim
Pasal 13
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran yang termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafé, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
BAB VI
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
DAN TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 14
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Walikota selambat-lambatnya 15 ( limabelas ) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 15
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 14 Walikota menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 ( tigapuluh ) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 16
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 14 digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 ( lima ) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan :
a. SKPDKB ;
b. SKPDKBT ;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( duapuluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua puluh lima persen ) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% ( seratus persen ) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c Pasal ini diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% ( dua persen ) sebulan.
(7) Penambahan jumlah Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 17
(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Pasal 18
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% ( dua persen ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 19
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 18 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 20
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 ( tujuh ) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat.
Pasal 21
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Setelah lewat 21( dua puluh satu ) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
Pasal 22
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Walikota segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pasal 23
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 ( sepuluh ) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 24
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal , jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 25
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Walikota.
BAB IX
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN
DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 26
(1) Walikota berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.
BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 27
(1) Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan / atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak ;
c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena bukan kesalahan Wajib Pajak.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Walikota selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3) Walikota paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 ( tiga ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota tidak memberikan keputusan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
P E M E R I K S A A N
Pasal 28
(1) Pajak yang telah dibayar termasuk yang berdasarkan SPSM setiap 3 ( tiga ) bulan diperiksa oleh Tim Pemeriksa yang hasilnya dimuat dalam Berita Acara untuk dipergunakan sebagai dasar perhitungan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB.
(2) Tim Pemeriksa Pajak Restoran dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud ayat (2) mempunyai tugas menguji kepatuhan pemenuhan pembayaran pajak.
(4) Untuk keperluan pemeriksaan, Wajib Pajak diwajibkan memperlihatkan, meminjamkan buku catatan, dokumen penjualan, cash register, peralatan komputer yang berkaitan dengan transaksi penjualan, memberi kesempatan untuk memasuki ruangan / tempat yang diperlukan dan memberi keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan ;
(5) Walikota dapat memerintahkan kepada Pejabat untuk melakukan penungguan pada obyek pajak yang bersangkutan dalam hal :
a. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau keringanan terhadap SKPD, SKPDKB dan SKPDKBT ;
b. Untuk mendapatkan data yang obyektif di lapangan ;
(6) Hasil penungguan sebagaimana ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk menetapkan pajak.
(7) Lamanya jangka waktu penungguan ditentukan oleh Walikota.
BAB XII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 29
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atas :
a. SKPD ;
b. SKPDKB ;
c. SKPDKBT ;
d. SKPDLB ;
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 ( dua belas ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 30
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 31
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 29 atau banding sebagaimana dimaksud Pasal 30 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan untuk paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan.
BAB XIII
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 32
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Walikota secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak ;
b. Masa Pajak ;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak ;
d. Alasan yang jelas.
(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 ( duabelas ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), sudah harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui, Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1( satu ) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak ( SPMKP ).
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 ( dua ) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 33
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak, sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (4), maka pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIV
KADALUWARSA
Pasal 34
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 ( lima ) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat teguran dan Surat Paksa atau :
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XV
P E N Y I D I K A N
Pasal 35
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah ;
c. Menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
g. Menyuruh berhenti, dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah ;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. Menghentikan penyidikan ;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggungjawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikannya dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 36
Walikota dapat menutup dan mencabut ijin usaha bagi pengusaha yang :
a. melalaikan kewajiban dan / atau selama 2 ( dua ) bulan berturut-turut tidak membayar pajak, atau ;
b. dengan sengaja memungut pajak dengan tidak menggunakan nota pembayaran yang sah, atau memungut pajak tidak disetorkan ke Kas Daerah, atau ;
c. tidak melayani dengan baik petugas dan / atau tanpa dasar alasan yang sah menolak untuk diadakan tindakan pemeriksaan dan melawan petugas pemeriksa yang sah yang dilengkapi dengan surat tugas dari Walikota.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan / atau denda paling banyak 2 ( dua ) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun dan / atau denda paling banyak 4 ( empat ) kali jumlah pajak yang terutang.
(3) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menggunakan nota dan / atau menggunakan nota tanpa diporporasi sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda 4 ( empat ) kali jumlah pajak terutang.
Pasal 38
Tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) dan (2) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 40
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Semarang.
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 31 Juli 2001
WALIKOTA SEMARANG
H. SUKAWI SUTARIP
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
NOMOR 8 TAHUN 2001
T E N T A N G
PAJAK RESTORAN
I. UMUM
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, agar mampu membiayai dirinya sendiri.
Pajak merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang dipungut dari masyarakat tanpa mendapat imbalan secara langsung.
Dengan menggali potensi pajak yang ada maka Pendapatan Asli Daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Dengan adanya pemisahan dimaksud, maka agar mudah pelaksanaannya Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran perlu disesuaikan dengan menerbitkan Peraturan Daerah baru dengan nama Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Pengusaha sebagai penanggung Pajak Restoran bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang
Pasal 5
Yang disertai dengan fasilitas penyantapannya dan memberikan pelayanan ditempat dan dibawa pulang ( Take Way ).
Pasal 6
Tarif Pajak dikenakan atas pembayaran yang dilakukan kepada Restoran.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan, formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau penghimpun data obyek dan subyek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terhutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.
Pasal 8
Ayat (1)
Ayat ini mengatur tata cara pengenaan pajak, yaitu ditetapkan oleh Walikota atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.
a. Cara pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
b. Cara kedua, pajak dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan SPTPD.
Pasal 8
Ayat (2)
Bagi Wajib Pajak yang jumlahnya ditetapkan oleh Walikota, pembayarannya menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah, atau dokumen lain yang dipersamakan yang ditetapkan oleh Walikota.
Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis, nota perhitungan.
Pasal 8
Ayat (3)
Bagi Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terhutang dengan menggunakan SPTPD. Apabila wajib pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dapat diterbitkan SKPDKB dan / atau SKPDKBT yang menjadi sarana penagihan.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Nota Penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diberi nomor seri dan nomor urut serta dibuat rangkap 3 ( tiga ) yaitu :
- Lembar pertama/asli untuk konsumen ;
- Lembar kedua untuk lampiran setoran pajak ;
- Lembar ketiga untuk pertinggal wajib pajak.
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa batas waktu pembayaran terakhir setelah diterbitkan SKPD dan selebihnya tanggal tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Walikota karena Jabatannya dan berdasarkan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak.
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas.
PEMERINTAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
NOMOR : 8 TAHUN 2001
TENTANG
PAJAK RESTORAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SEMARANG
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kota Semarang dapat segera mengembangkan semua potensi yang ada khususnya dari sektor pajak guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ;
b. bahwa guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tersebut maka perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran untuk disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memisahkan antara Pajak Hotel dan Pajak Restoran ;
c. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut diatas perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta ( Himpunan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 ) ;
2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427 ) ;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684 ) ;
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685 ) ;
5. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686 ) ;
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048 ) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079 ) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3691 ) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 202 ) ;
12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden ;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah ;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah ;
15. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang ;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA SEMARANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG TENTANG PAJAK RESTORAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kota Semarang ;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Semarang ;
c. Walikota adalah Walikota Semarang ;
d. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
e. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan catering ;
f. Pajak Restoran yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penjualan makanan di restoran ;
g. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu ;
h. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 ( satu ) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan Walikota ;
i. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 ( satu ) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim ;
j. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah ;
k. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya ;
l. Penyelenggara restoran adalah Perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya ;
m. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak obyek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
n. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Walikota ;
o. Surat ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak ;
p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar ;
q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan ;
r. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang ;
s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak ;
t. Surat Pemberitahuan Setoran Masa yang selanjutnya disingkat SPSM adalah surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang berisi perkiraan pajak sementara, yang wajib disetor secara harian, mingguan dan atau bulanan ;
u. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;
v. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pembayaran dan pelayanan di restoran.
Pasal 3
(1) Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran.
(2) Obyek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan atau usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
(3) Dikecualikan dari Obyek Pajak :
a. Pelayanan jasa boga / katering ;
b. Usaha sebagaimana usaha dimaksud ayat (2) yang peredarannya 1( satu ) tahun kurang atau tidak melebihi dari Rp. 10.000.000,- ( Sepuluh juta rupiah ).
Pasal 4
(1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran.
(2) Wajib Pajak adalah Pengusaha Restoran termasuk didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIP PAJAK
Pasal 5
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
Pasal 6
Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10 % ( sepuluh persen ) dari dasar pengenaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 5.
BAB IV
TATA CARA PEMUNGUTAN, WILAYAH PEMUNGUTAN
DAN PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan
Pasal 8
(1) Pajak dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan / atau SKPDKBT.
Pasal 9
Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah
Pasal 10
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 11
(1) Wajib Pajak diharuskan menggunakan Nota Penjualan sebagai bukti atas pembayaran yang dilakukan kepada Pengusaha Restoran termasuk didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain ;
(2) Nota Penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat disediakan Wajib Pajak dan / atau oleh Pemerintah Daerah dengan terlebih dahulu diporporasi dan / atau diberi tanda khusus oleh Pemerintah Daerah ;
(3) Apabila Wajib Pajak menggunakan mesin Cash Register wajib memasukkan program pengenaan pajak restoran sebesar 10% dan kepada konsumen diberikan Nota Cash Register sebagai bukti pembayarannya.
BAB V
MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 12
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 ( satu ) bulan takwim
Pasal 13
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran yang termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafé, Bar, Pedagang Kaki Lima, Kolam Pancing dan / atau usaha lain yang sejenis yang disertai fasilitas penyantapannya atau disantap di tempat lain.
BAB VI
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
DAN TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 14
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Walikota selambat-lambatnya 15 ( limabelas ) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 15
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 14 Walikota menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 ( tigapuluh ) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 16
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 14 digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 ( lima ) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan :
a. SKPDKB ;
b. SKPDKBT ;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( duapuluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua puluh lima persen ) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% ( seratus persen ) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c Pasal ini diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% ( dua persen ) sebulan.
(7) Penambahan jumlah Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 17
(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Pasal 18
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% ( dua persen ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 19
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 18 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 20
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 ( tujuh ) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat.
Pasal 21
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Setelah lewat 21( dua puluh satu ) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
Pasal 22
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Walikota segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pasal 23
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 ( sepuluh ) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 24
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal , jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 25
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Walikota.
BAB IX
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN
DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 26
(1) Walikota berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.
BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 27
(1) Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan / atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak ;
c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena bukan kesalahan Wajib Pajak.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Walikota selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3) Walikota paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 ( tiga ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota tidak memberikan keputusan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
P E M E R I K S A A N
Pasal 28
(1) Pajak yang telah dibayar termasuk yang berdasarkan SPSM setiap 3 ( tiga ) bulan diperiksa oleh Tim Pemeriksa yang hasilnya dimuat dalam Berita Acara untuk dipergunakan sebagai dasar perhitungan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB.
(2) Tim Pemeriksa Pajak Restoran dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud ayat (2) mempunyai tugas menguji kepatuhan pemenuhan pembayaran pajak.
(4) Untuk keperluan pemeriksaan, Wajib Pajak diwajibkan memperlihatkan, meminjamkan buku catatan, dokumen penjualan, cash register, peralatan komputer yang berkaitan dengan transaksi penjualan, memberi kesempatan untuk memasuki ruangan / tempat yang diperlukan dan memberi keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan ;
(5) Walikota dapat memerintahkan kepada Pejabat untuk melakukan penungguan pada obyek pajak yang bersangkutan dalam hal :
a. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau keringanan terhadap SKPD, SKPDKB dan SKPDKBT ;
b. Untuk mendapatkan data yang obyektif di lapangan ;
(6) Hasil penungguan sebagaimana ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk menetapkan pajak.
(7) Lamanya jangka waktu penungguan ditentukan oleh Walikota.
BAB XII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 29
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atas :
a. SKPD ;
b. SKPDKB ;
c. SKPDKBT ;
d. SKPDLB ;
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 ( dua belas ) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 30
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 31
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 29 atau banding sebagaimana dimaksud Pasal 30 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan untuk paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan.
BAB XIII
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 32
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Walikota secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak ;
b. Masa Pajak ;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak ;
d. Alasan yang jelas.
(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 ( duabelas ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1), sudah harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) dilampaui, Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1( satu ) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak ( SPMKP ).
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 ( dua ) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 33
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak, sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (4), maka pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIV
KADALUWARSA
Pasal 34
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 ( lima ) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat teguran dan Surat Paksa atau :
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XV
P E N Y I D I K A N
Pasal 35
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah ;
c. Menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah ;
g. Menyuruh berhenti, dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah ;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. Menghentikan penyidikan ;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggungjawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikannya dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 36
Walikota dapat menutup dan mencabut ijin usaha bagi pengusaha yang :
a. melalaikan kewajiban dan / atau selama 2 ( dua ) bulan berturut-turut tidak membayar pajak, atau ;
b. dengan sengaja memungut pajak dengan tidak menggunakan nota pembayaran yang sah, atau memungut pajak tidak disetorkan ke Kas Daerah, atau ;
c. tidak melayani dengan baik petugas dan / atau tanpa dasar alasan yang sah menolak untuk diadakan tindakan pemeriksaan dan melawan petugas pemeriksa yang sah yang dilengkapi dengan surat tugas dari Walikota.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan / atau denda paling banyak 2 ( dua ) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun dan / atau denda paling banyak 4 ( empat ) kali jumlah pajak yang terutang.
(3) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menggunakan nota dan / atau menggunakan nota tanpa diporporasi sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda 4 ( empat ) kali jumlah pajak terutang.
Pasal 38
Tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) dan (2) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 40
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Semarang.
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 31 Juli 2001
WALIKOTA SEMARANG
H. SUKAWI SUTARIP
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
NOMOR 8 TAHUN 2001
T E N T A N G
PAJAK RESTORAN
I. UMUM
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, agar mampu membiayai dirinya sendiri.
Pajak merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang dipungut dari masyarakat tanpa mendapat imbalan secara langsung.
Dengan menggali potensi pajak yang ada maka Pendapatan Asli Daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Dengan adanya pemisahan dimaksud, maka agar mudah pelaksanaannya Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran perlu disesuaikan dengan menerbitkan Peraturan Daerah baru dengan nama Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Pengusaha sebagai penanggung Pajak Restoran bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang
Pasal 5
Yang disertai dengan fasilitas penyantapannya dan memberikan pelayanan ditempat dan dibawa pulang ( Take Way ).
Pasal 6
Tarif Pajak dikenakan atas pembayaran yang dilakukan kepada Restoran.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan, formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau penghimpun data obyek dan subyek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terhutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.
Pasal 8
Ayat (1)
Ayat ini mengatur tata cara pengenaan pajak, yaitu ditetapkan oleh Walikota atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.
a. Cara pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
b. Cara kedua, pajak dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan SPTPD.
Pasal 8
Ayat (2)
Bagi Wajib Pajak yang jumlahnya ditetapkan oleh Walikota, pembayarannya menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah, atau dokumen lain yang dipersamakan yang ditetapkan oleh Walikota.
Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis, nota perhitungan.
Pasal 8
Ayat (3)
Bagi Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terhutang dengan menggunakan SPTPD. Apabila wajib pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dapat diterbitkan SKPDKB dan / atau SKPDKBT yang menjadi sarana penagihan.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Nota Penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diberi nomor seri dan nomor urut serta dibuat rangkap 3 ( tiga ) yaitu :
- Lembar pertama/asli untuk konsumen ;
- Lembar kedua untuk lampiran setoran pajak ;
- Lembar ketiga untuk pertinggal wajib pajak.
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa batas waktu pembayaran terakhir setelah diterbitkan SKPD dan selebihnya tanggal tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Walikota karena Jabatannya dan berdasarkan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak.
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas.
Rabu, 13 Juli 2011
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR : 8 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar